Nama : Sintia Agustin
Kelas : 2DF02
Npm : 57216065
DOSEN : SILVIA ALVIRA
DOSEN : SILVIA ALVIRA
TUGAS SOFTSKILL 1(ASURANSI DAN MANAJEMEN RESIKO)
“PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA”
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, banyak sekali
resiko yang tidak dapat di prediksi. Secara rasional, para pelaku bisnis akan
mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan
keluarga atau rumah tangga, keperluan untuk
mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu
anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia sangat dibutuhkan.Kebutuhan
manusia akan perlindungan baik itu terhadap dirinya maupun barang-barangnya
(asset) sudah semakin besar. Hal ini dipengaruhi kondisi keamanan di negara
kita yang perlu dijaga serta didukung tingginya tingkat pengetahuan manusia.
Salah satu produk yang dimiliki manusia adalah asuransi.
Jika kita
memperhatikan konsep asuransi maka hal tersebut jelas dapat memberikan
perlindungan lebih pada nasabahnya. Orang yang mengikuti asuransi akan mendapat
jaminan atas ganti kerugian barang-barangnya jika terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan (avengement). Hal ini tidak terlepas dari pengetian asuransi itu
sendiri yang mana tercantum dalam pasal 246 KUHD yaitu suatu perjanjian (timbal
balik) dengan mana seorang penanggung meningkatkan diri kepada seseorang
tertanggung dengan membayar suatu premi,
untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan didirikannya, karena
suatu peristiwa tak tentu (onzeker coorval).
Di indonesia
terdapat beberapa jenis asuransi di antara asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
Kedua asuransi tersebut sering disebut dengan asuransi non syariah dan juga
terdapat asuransi syariah yang berdasarkan pada
hukum Islam. Asuransi
syariah diharapkan dapat mengatasi pertentangan mengenai halal atau haramnya
produk asuransi dan dapat diterapkan di Indonesia tanpa menyalahi syariat
Islam.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Sejarah Asuransi Syariah.
Perkembangan
asuransi syariah tidak bisa lepas dari perkembangan asuransi konvensional yang
sudah ada lebih dahulu. Clayton menyatakan bahwa ‚ide asuransi muncul dan
berkembang sejak zaman Babilonia sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Pada
perkembangan asuransi yang tumbuh berkembang di Negara barat, kemudian
berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.‛ 1
Setelah berdirinya Llyod, kemudian muncul asuransi-asuransi konvensional lain
yang semakin berkembang pesat. Selanjutnya, perkembangan asuransi telah
memasuki fase yang memberikan muatan yang sangat besar sebagai aspek bisnis
dalam mencari untung yang sebesar-besarnya. Nilai-nilai sosial yang merupakan
konsep awal sudah mulai ditinggalkan, hal ini terjadi setelah bisnis asuransi
memasuki era modern. Keberadaan asuransi konvensional ini apabila ditinjau dari
hukum perikatan Islam termasuk akad yang haram sebab operasionalnya mengandung unsur
gharar, maysir dan riba.Atas dasar
ini maka asuransi syariah mulai dikembangkan untuk mewujudkan asuransi yang
sesuai syariat Islam.
Perkembangan asuransi syariah sudah dimulai dengan
berdirinya The United Insurance company Ltd pada tahun 1968. Kemudian
berdirinya beberapa perusahaan asuransi lainnya. Di Indonesia sendiri,
berdirinya Bank Muamalat pada bulan Juli 1992 menjadi alasan bagi kalangan
cendekiawan untuk mendirikan lembaga keuangan lainnya yang berbasis syariah.
salah satunya adalah lembaga asuransi. Pada 27 Juli 1993 dibentuk tim TEPATI
(Tim Pembentukan Takaful Indonesia) yang disponsori oleh Yayasan Abdi Bangsa
(ICMI), Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Tugu Mandiri, dan Departemen
Keuangan. Selanjutnya, pada tahun
berikutnya beberapa orang anggota TEPATI bertolak ke Malaysia untuk mempelajari
operasional asuransi Islam. Pada Oktober 1993 diadakan seminar nasional di
Hotel Indonesia. PT Syarikat Takaful Indonesia berdiri dan ditunjuk menjadi
holding company. Selanjutnya, PT Syarikat Takaful Indonesia mendirikan dua anak
perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada tanggal 25
Agustus 1994 dan PT Asuransi Takaful Umum pada tanggal 2 Juni 1995. Tahun 2001,
muncul asuransi Islam lainnya, yaitu Mubarokah Syariah, Tripakarta Cabang
Syariah, Great Estern Cabang Syariah, MAA Cabang Syariah, Bumi Putra Cabang
Syariah, Jasindo Cabang Syariah, BSAM Cabang Syariah, Bringin Life Cabang
Syariah, dan seterusnya.
2.2 Pengertian Asuransi Syariah
Pengertian Asuransi
Syariah Dalam konsep asuransi syariah, asuransi disebut dengan takaful, ta’min
dan Islamic insurance. Takaful mempunyai arti saling menanggung antar-umat
manusia sebagai makhluk sosial. Ta’min berasal dari kata ‚amanah‛ yang berarti
memberikan perlindungan, kata aman serta bebas dari rasa takut. Adapun Islamic
Insurance mengandung makna ‚pertanggungan‛ atau ‚saling menanggung‛. Fatwa
Dewan Syariah Nasional nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tntang Pedoman Umum Asuransi
Syariah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi syariah (ta’min, takaful
atau tadamun) adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah. Adapun akad (perikatan) yang syariah adalah akad yang tidak mengandung
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zulm (penganiayaan), rishwah
(suap), barang haram dan maksiat.
Menurut Dr. H.
Hamzah Ya’cub dalam buku Kode Etik Dagang Menurut Islam, menyebut bahawa
asuransi berasal dan dari kata dalam bahasa Inggris insurance atau assurance
yang berarti jaminan. Dalam pasal 246 Kitab Undang – undang Hukum Dagang (KUHD)
dijelaskan bahwa asuransi adalah :
“Suatu perjanjian
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung
dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin
akan dideritanya kerena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Menurut pasal 1
undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak
ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Didalam al-Qur’an
dan al-Hadis tidak ada satupun ketentuan ketentuan yang mengatur secara
eksplisit tentang asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi dalam islam
termasuk “ijtihadiah” artinya untuk menentukan hukumnya asuransi ini halal atau
haram masih diperlukan peranan akal pikiran para ulamaahli fiqh melalui
ijtihad.
2.3 Dasar
Hukum Asuransi Syariah
a.
Alquran
Praktik
asuransi tidak disebutkan secara tegas dalam Alquran. Alquran hanya
mengakomodasi beberapa ayat yang mempunyai nilainilai dasar yang ada dalam
praktik asuransi, seperti tolong-menolong, kerja sama atau semangat untuk
melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian yang diderita di masa yang akan
datang. Diantara ayat-ayat alquran tersebut adalah perintah Allah swt untuk
mempersiapkan hari depan. Allah swt berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 9 :
“Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar.”
Ayat ini menggambarkan kepada kita tentang pentingnya planning atau perencanaan
yang matang dalam mempersiapkan hari depan.
b.
Hadis
Asuransi juga sesuai dengan hadis
Rasulullah saw tentang anjuran untuk tolong-menolong antar sesama saudara
muslim.
“Telah
menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Zakariya`
dari 'Amir dia berkata; saya mendengar An Nu'man bin Basyir berkata;Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kamu akan melihat orang-orang
mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu
tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya
akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).”
c.
Ijtihad
Khalifah Umar bin
Khattab pernah mempraktikkan al ‘aqilah yaitu iuran daerah yang dilakukan dari
pihak laki-laki (as{abah) dari si pembunuh yang membunuh karena tidak
disengaja. Umar juga yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan
daftar secara profesional perwilayah dan orang yang terdaftar diwajibkan saling
menanggung beban.9 Atas tindakan Umar dalam menerapkan al ‘aqilah.ini,
para sahabat lain tidak ada yang menentang keputusan Umar ini. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terjadi ijma dikalangan para sahabat mengenai kebijakan umar
ini.
2.4 Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi
jiwa, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh
penyelenggaraan kegiatan perasuransian dimanapun berada.
a.
Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan)
Anda dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang
diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya terjadi
musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut. Kepentingan
keuangan ini memungkinkan Anda mengasuransikan harta benda atau kepentingan
anda. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa
Anda tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak
berhak menerima ganti rugi.
b.
Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)
Yang dimaksudkan adalah bahwa Anda berkewajiban
memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting
yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko
yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi
pertanggungan secara jelas serta teliti. Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta
penting tersebut berlaku:
•
Sejak perjanjian
mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai
dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut.
•
Pada saat
perpanjangan kontrak asuransi.
•
Pada saat terjadi
perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan
perubahan-perubahan itu.
c.
Indemnity(Indemnitas)
Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga
menimbulkan kerugian maka kami akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan
posisi keuangan Anda setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat
sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian Anda tidak berhak memperoleh ganti
rugi lebih besar daripada kerugian yang Anda derita. Contoh: Harga pasar
kendaraan sebesar 100 juta rupiah, diasuransikan sebesar 100 juta rupiah. Bila
terjadi musibah sehingga kendaraan tersebut:
·
Hilang, dan harga
pasar kendaraan saat itu :
o 100 juta rupiah, maka anda menerima ganti rugi sebesar
100 juta rupiah,
o 125 juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar
nilai yang diasuransikan, yaitu 100 juta rupiah,
o 75 juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar
harga pasar, yaitu 75 juta rupiah.
·
Rusak akibat
kecelakaan, maka biaya perbaikan, penggantian suku cadang, ongkos kerja bengkel
seluruhnya akan menjadi tanggung jawab kami sehingga maksimum sebesar 100 juta
rupiah.
Beberapa cara pembayaran ganti rugi yang berlaku:
• Pembayaran dengan uang tunai, atau
• Perbaikan, atau
• Penggantian, atau
• Pemulihan kembali.
d.
Subrogation
(Subrogasi)
Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung
telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan
menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga
yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung". Dengan kata lain,
apabila Anda mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga
maka kami, setelah memberikan ganti rugi kepada Anda, akan menggantikan
kedudukan Anda dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.
e.
Contribution
(Kontribusi)
Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yanga sama
pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang
diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip
kontribusi berarti bahwa apabila kami telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi
hak Anda, maka kami berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat
suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik
Anda) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding
dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.
2.5 Tujuan
Asuransi Syariah
a. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko
kerugian yang diderita satu pihak.
b.Meningkatkan
efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan
biaya.
c. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan
biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri
kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
d.
Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit
karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh
peminjam uang.
e. Sebagai tabungan,
karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah
yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
f. Menutup Loss of
Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi
(bekerja)
2.6 Perbedaan antara
asuransi non syariah dan asuransi
syariah
Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi non
syariah, diantaranya adalah:
1.
Akad
asuransi non syariah adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan)
bagi kedua belah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban
ini adalah kewajiban tertanggung membayar premi-premi asuransi dan kewajiban
penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan.
2.
Akad
asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang di dalamnya kedua orang
yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
3.
Akad
asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak
penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak mengetahui
jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
4.
Akad
asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahaan
asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki
tertanggung.
Sedangkan, asuransi syariah memiliki beberapa ciri,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru,
sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’,
maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi
peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan,
dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah
keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.
2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian
yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika
memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapatkan imbalan, dan kalau ada
imbalan, sesunguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh
jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
3. Dalam asuransi syari’ah tidak ada piha yang lebih
kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah
seperti dalam asuransi takaful.
4. Akad asuransinya syari’ah bersih dan gharar dan
riba.
5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang
kental.
2.7 Pertumbuhan Dan Perkembangan Asuransi Syariah Di
Indonesia
Perkembangan dan pertumbuhan asuransi syari’ah di
Indonesia mengalami pencapaian yang baik, terlebih lagi ketika ditetapkannya
Keputusan Menteri Keuangan Tahun 2003 tentang Perizinan bagi Pembukaan
Perusahaan Asuransi dan Unit Usaha Syari’ah dari Perusahaan Konvensional,
asuransi syari’ah di Indonesia mulai mengalami perkembangan dan pertumbuhan
yang signifikan hingga sekarang. Perkembangan pasca-KMK 2003, dalam waktu empat
tahun saja lahir 40 perusahaan asuransi syari’ah.
Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan yang
menjadi kendala bagi perkembangan asuransi syariah diantaranya adalan karena
usia asuransi syariah itu sendiri yang masih baru disertai minimnya pemahaman
dari masyarakat itu sendiri. Kurangnya promosi menjadi sebuah kendala yang
cukup penting pula karena tidak sampainya sebuah informasi kepada masyarakat.
Sedangkan untuk menyiasatinya, pihak asuransi melakukan promosi dari kampus ke
kampus sebagai langkah awal menjadikan mahasiswa sebagai intermediasi dengan
masyarakat. Strategi lainnya yaitu dengan membuka sejumlah pameran, misalnya
pada acara FES yang berlangsung awal Februari 2009.
Ketua Umum Asosiasi Syariah Indonesia Muhaimin Iqbal
menyatakan hingga Januari 2008, di Indonesia sudah ada 3 perusahaan yang full
asuransi syariah, 32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang reasuransi syariah.
Kendati asuransi syariah mengalami pertumbuhan yang pesat, jelas Muhaimin,
kontribusi terhadap total industri baru mencapai 1,11% per 2012 dan
diperkirakan meningkat ke posisi 1.33% tahun ini. Hal itu tidak terlepas dari
jumlah pelaku industri asuransi syariah yang masih terbatas dan baru
menunjukkan peningkatan dalam empat tahun terakhir Perusahaan asuransi
menunjukkan geliat pertumbuhan di dalam usaha yang mereka jalankan, yang mana
semakin hari semakin banyak nasabah yang mengunakan layanan asuransi di dalam
kehidupan mereka. Kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah perlindungan atas
berbagai macam risiko yang bisa terjadi dan menimpa diri mereka sewaktu-waktu
adalah salah satu penyebab tingginya jumlah pengguna asuransi belakangan ini.
Hal ini tentu saja menjadi sebuah keuntungan tersendiri bagi perusahaan asuransi
yang menyediakan layanan asuransi, di mana akan semakin luas pasar yang bisa
diolah dan dijadikan sebagai sasaran penjualan produk yang mereka miliki.
2.8 Tantangan Perkembangan Asuransi Syariah
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri asuransi
syariah bersumber pada dua hal utama yaitu permodalan dan sumber daya manusia.
Tantangan-tantangan lain seperti masalah, ketidaktahuan masyarakat terhadap
produk asuransi syariah, image dan lain sebagainya merupakan akibat dari dua
masalah utama tersebut.
1.
Minimnya Modal
Beberapa
hal yang menjadi penyebab relatif rendahnya penetrasi pasar asuransi syariah
dalam sepuluh tahun terakhir adalah rendahnya dana yang memback up perusahaan
asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar yang relatif belum dilakukan secara
efektif (terkait dengan lemahnya dana), belum timbulnya industri penunjang
asuransi syariah seperti broker-broker asuransi syariah, agen, adjuster, dan
lain sebagainya.
2. Kurangnya SDM Yang Profesional
Terus
bertambahnya perusahaan asuransi syariah merupakan kabar baik bagi perkembangan
industri tersebut. Namun, sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan ketersediaan
sumber daya manusia (SDM) asuransi syariah yang berkualitas. Seringkali,
pembukaan cabang atau divisi asuransi syariah baru hanya didukung
jumlah
SDM terbatas. Berdasarkan data Islamic Insurance Society (IIS) per Maret lalu,
sekitar 80 persen dari seluruh cabang atau divisi asuransi syariah belum
memiliki staf ahli syariah. Padahal, keahlian staf ahli syariah sangat
dibutuhkan dalam mendorong perkembangan inovasi produk asuransi syariah. Hal
tersebut berdampak pada kurang berkembangnya produk inovatif di industri asuransi
syariah. Saat ini, sebagian besar cabang atau divisi asuransi syariah lebih
memilih untuk meniru produk asuransi konvensional lalu dikonversi menjadi
syariah
3. Ketidaktahuan Masyarakat Terhadap Produk
Asuransi Syariah
Ketidaktahuan
mengenai produk asuransi syariah (takaful) dan mekanisme kerja merupakan
kendala terbesar pertumbuhan asuransi jiwa ini. Akibatnya, masyarakat tidak
tertarik menggunakan asuransi syariah, dan lebih memilih jasa asuransi
konvensional.
4. Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Kendala lainnya adalah masalah regulasi.
Penerapan syariah yang makin meluas dari industri keuangan dan permodalan
membutuhkan regulasi yang tidak saling bertentangan atau tumpang tindih dengan
aturan sistem ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat
mengharapkan regulasi untuk sistem ekonomi syariah ini bisa memudahkan mereka
untuk berekspansi bukan membatasi. Saat ini, peraturan tentang permodalan masih
menjadi kendala perbankan syariah untuk melakukan penetrasi dan ekpansi pasar.
5. Image
Salah satu tantangan besar bisnis
asuransi syariah di Indonesia dan negara lainnya adalah meyakinkan masyarakat
akan keuntungan menggunakan asuransi syariah. Perlu sekali mensosialisasikan
asuransi syariah bukan saja berasal dari agama, tetapi memperlihatkan
keuntungan.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Menurut Fatwa Dewan
Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian
Asuransi Syariah (ta’min, takaful’ atau tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah. Asuransi pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh
sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu
yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang anggota
dari perkumpulan tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama. Dalam
setiap kehidupan manusia senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya suatu
malapetaka, musibah dan bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau
berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau
perusahaannya yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, ataupun
lanjut usia.
3.2 Saran
Dengan banyaknya kelemahan-kelemahan yang
terkandung dalam asuransi non syariah menurut ajaran hukum Islam (syariah)
tersebut maka dianjurkan untuk menggunakan asuransi syariah yang didasarkan
pada ajaran Islam, sehingga bagi nasabah khususnya yang beragama Islam tidak
menimbulkan dosa. Hal ini disebabkan asuransi syariah merupakan asuransi yang
lebih halal karena didasarkan ajaran Islam meskipun keuntungan yang diperoleh
tidak sebesar pada asuransi non syariah.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar